Kudus


O, Darahku yang tunggal
mengapa mengalir ke tempat terjal?

O, Darahku yang membenahi
keringat sendiri, takutkah Kau pada tepi sepi?

Sampai Kau gulirkan sendiri
bulir-bulirMu ke dalam tenda, ke benteng kota

di dada penuh lemak dan noda?
Padahal mereka membangun diri

lebih lega, lebih mewah, dan lebih curiga
daripada rasa percaya -- bahwa dosa

seperti busa pada acara mencuci
gelas dan piring di pagi hari.

Dan pada akhirnya, kekudusan
adalah hal yang berurusan

dengan pisau yang tak sengaja
menempatkan tepi terbengisnya

pada telunjukku yang kurus.

O, Darahku yang tunggal
mengapa tak tercurah ke rindu majal?

Darah yang merapikan sendiri sedih
sampai tak kukenali lagi kental doa dadih.

2015

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun