Jalan Pulang

1.
Ini negeri apa? Jalan lengang penuh tanda tanya,
penuh papan iklan tapi tak ada penunjuk arah.
Lalu ini tubuh siapa? Tergeletak penuh luka,
tak ada kartu nama, hanya kertas berlumur darah.

2.
Malam tengah bergegas pergi; “Ini hampir pagi.”
Supir taksi tak mau berhenti; “Cari saja ambulans!”
Tak ada sesiapa di sini, selain aku dan mayat sepi.
Hingga pada langit dinihari, kuminta bayang bulan.

3.
Wajah beku sepi seperti wajahku yang selalu ragu
apakah berjalan dengan sepatu atau telanjang kaki,
sebab aku tak yakin jalan di sini ramah seperti ibu
selalu menyambut aku pulang sepenuh hati.

4.
Ke atas bukit, sendiri kubawa segala sepi.
Sementara kota masih dilanda berjuta mimpi.
Seperti keterkejutan Musa pada semak berapi,
kulihat ada sesuatu antara sepi dan mimpi.

5.
“Itukah puisi?” Dari bukit sunyi, tanyaku bergema
di lorong-lorong kota, di jalan-jalan utama.
Sepi, seperti halnya aku, bertanya hal yang sama,
namun tak ada suara, hanya degup dalam dada.

6.
Lalu menjelmalah cahaya, kausebut itu matahari,
bagiku itu tanda : betapa hidup ini begitu fana.
Seperti tuts-tuts telepon di depan jemari,
ada suara bisa kaudengar dengan menekannya.

7.
Tapi seperti itukah keniscayaan,
ketika sesuatu ada, ada pula yang pasti?
Semudah membuka pintu kematian,
akankah kau temukan yang begitu abadi?

2008

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun