Bercermin di Hari Paskah


Penjelasan-penjelasan masa lalu begitu ungu
dan histeris. Mungkin Maret atau April akan
tampak seperti permen karet yang ganjil.

Ada bilur tak lerai di situ. Sementara dedaunan
palma trubus, dan angin terasa tandus. Sehelai
anak rambutmu seperti masa depan tergantung.

Membelah begitu sengit di bagian atas cermin
sebagai sebilah jerit. Panjang dan tipis. Wajahku
lantas menjadi bagian paling kacau bagi sejumlah

perkiraan dan waktu yang mendengung di dinding.
Hingga aku merasa inilah saatnya aku memakaikan
after-shave beraroma cedar atau pinus pada pipiku

yang tirus. Hanya untuk mempertegas: betapa gontai
langkah keledai muda itu. Tapi aku menduga ada
bagian hampa menganga. Seperti gerbang kota.

Dan ribuan orang masuk untuk mabuk. Telanjang
dan telentang dalam kepura-puraan berwarna
kelabu. Sedangkan arak dan anggur dibaurkan

hingga hitam. Sepekat mataku. Secepat apa yang
dilamatkan dan dialamatkan pada angin itu.
Anting-anting yang ragu: kupasang atau kubuang.

Karena kukira telinga adalah penampungan
doa-doa yang ditumpangkan di atas kepala.
Lalu turun semisal minyak sampai ke janggut.

Sedikit di atas perut. Sedekat dengan tubuh
yang patut aku tuntut agar memanjang ke arah
laut, ke tempat yang kau sebut rumah para pelaut.

Dan nanti, di bulan Maret atau April, terapung
perahu kecil. Dan seseorang di dalamnya,
meletuskan pistol suar dan melubangi langitmu.

Meninggalkan ruang kosong yang teramat gosong.


2013

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun