Petani Sedang Bercerita

 Kotamu sudah dijatuhkan pada lembar-lembar lantai keramik,
seperti basah jejak lendir tiga ekor siput - baik yang pertama
maupun yang terakhir. Segala kenangan dideretkan begitu apik:
buah dari ladang diselingi burung dari padang. Raya kultura


yang sudah lama diserobot mesin-mesin pabrik.
Aku pengukur yang baik. Menjengkal jalan-jalan di kota
ini dengan mata tertunduk. Seolah bahasaku tak laik
dipercakapkan ramai. Meski kukenali setiap nat berwarna

biru gelap itu di antara coklat dan sepia di trotoar
yang sepi. Sesekali, aku seperti mendengar
ada petani sedang bercerita: warna yang sama
dengan kotak nat itu adalah bunga

yang selalu menarik perhatian burung-burung
pencari sari, sebuah luka yang tak kunjung

mendapat remedi.

2015

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung