Tamu


Keputusan yang kuambil adalah menunggu
ketika sesuatu seolah bergerak ke kanan,
lalu berhenti dalam kabut. Aku belum melihatmu,
karena ada yang mesti kuperhatikan


sebab diam-diam dia merangkak pelan
keluar dari cangkangnya, lalu beringsut.
Dia ingin menyentuhku. Menyalurkan
yang dingin dan lembab itu. Air mata kususut
 
dari pikiranku. Sekarang ini adalah waktu
untuk lebih memperhatikan diri dengan sebaik-baiknya.
Mematut sepantasnya untuk bisa disebut aku
lebih dari sekadar penyintas. Ayo! Berkemas dan membuka

pikiran seluas-luasnya. Cinta tak diam begitu.
Rindu mesti dihidangkan juga dalam percakapan,
sikap dan kegemasan. Puisi adalah tamu
yang berdiri di depan pintu. Tak kelihatan

tapi seiring siapnya aku, dia tuntas
untuk dituliskan. Hutang yang dibayar lunas.

2015

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun