Sajak Pintu

: untuk Jimbo

Kau, puisi yang menyambutku,
meminta cahaya terus dinyalakan
sebelum kau menghilang.

Saat kulewat, kau berseru,
"Jangan pergi terlalu jauh!
Hidup bukanlah apa yang kau perlu."

Lalu aku tersadar- kau & aku:
sepasang tubuh telanjang,
berlari berdampingan dalam diam,

Sementara yang tersisa
adalah tari guguran mimpi,
terlepas dari rumit rambut:
kegiatan sehari-hari.

Lagi, kau berkata, "Sayangku,
janganlah kau menghilang!"
Padahal aku masih termangu
menyaksikan kau tumbuh
sebagai burung pemangsa.

Dan akulah
bangkai hilang jerit
setiap kau berderit.

2010

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun