Kantika Maria
Saat hujan datang, akulah debu
yang berseru, "Siapakah yang turun
bagai embun? Dilumat-lembutkan sejatiku,
dirawat dalam langut; rindu hati itu."
Meski langit tak lagi sepi dan berubah sepia,
juga jalan-jalan digenangi suram kenangan,
akulah duli; lekat pada sepasang sepatu.
Dan kau, gelora yang tampias
sampai ke gerbang kota. Hingga sudah
lupa aku akan panas, kini takjub
pada megah langkah yang membawaku
ke sebuah rumah.
Saat hujan datang, aku mencatat
sejumlah karat pada tiang dan pagar,
agar mereka, yang sedari tadi menunggu
hujan reda, jadi tahu: tadi, seorang Ibu
telah bertemu dengan anaknya!
2011
yang berseru, "Siapakah yang turun
bagai embun? Dilumat-lembutkan sejatiku,
dirawat dalam langut; rindu hati itu."
Meski langit tak lagi sepi dan berubah sepia,
juga jalan-jalan digenangi suram kenangan,
akulah duli; lekat pada sepasang sepatu.
Dan kau, gelora yang tampias
sampai ke gerbang kota. Hingga sudah
lupa aku akan panas, kini takjub
pada megah langkah yang membawaku
ke sebuah rumah.
Saat hujan datang, aku mencatat
sejumlah karat pada tiang dan pagar,
agar mereka, yang sedari tadi menunggu
hujan reda, jadi tahu: tadi, seorang Ibu
telah bertemu dengan anaknya!
2011
Comments