Kampung yang Sabar

Becek jalanannya jauh dari rengek ranggas
pepohonan, sekumpulan burung jalak turun
dan minum dari air tergenang.

Bohlam lampu jalan bercaping seperti para petani,
mereka yang sama-sama disadarkan dan ditidurkan
oleh nyala matahari di balik gunung itu.

Dan kerbau-kerbau, setiap pagi dan petang, seakan
mengingatkan demonstrasi besar-besaran di Jakarta
beberapa tahun silam. Menambah beberapa lubang
besar di jalanan, dan juga kotoran.

Sekumpulan bunga seruni tampak lebih putih dikepung
timbun ceceran gabah. Seekor kumbang mendengung
keras di kuping dari arah pohon rambutan. Seolah-olah
baru saja turun seregu pasukan. Siap berperang.

Seorang gembala tergopoh-gopoh berlari. Kaki dan celananya
ternoda lumpur setengah kering. Diseretnya seekor anak
kerbau yang menolak terlepas dari puting induknya.

Ada kabar apa dari ladang? Seseorang bertanya. Sambil
menahan tali kekang, Si Gembala menjawab,"Kabut mulai turun."

Aku meneguk sisa teh rosela di cangkir, menekuk tubuh
di dalam sarung, setelah sebelumnya menutup jendela.

2011

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung