Komentar Tentang Calon Buku Puisi
Saya sedang beritikad untuk menelurkan sebuah buku puisi akhir tahun ini. Konsepnya sederhana: mengumpulkan sajak-sajak yang sudah pernah dimuat di media massa, dan beberapa sajak yang menurut saya, sayang sekali jika tidak mendapat perhatian luas. Secara umum, konsep dari buku puisi ini adalah bagaimana saya membuat variasi dari pengucapan saya terhadap persoalan hidup. Ada yang komikal (seperti Sajak-sajak tentang Pacar), ada yang saya angkat dengan bahasa-bahasa Alkitabiah (Tiga Versi Berbeda dari Nyanyi Ratapan) , dan ada juga puisi-puisi yang metaforik, seperti kebanyakan puisi.
Buku puisi ini saya beri tema besar (yang kemudian menjadi judul) yaitu Gelembung. Kenapa "gelembung"? Karena menurut beberapa orang yang saya jumpai, yang tak jarang adalah bukan penggiat sastra, tetapi menyukai sastra, puisi-puisi saat ini sudah sangat banyak dibuat orang, tetapi sedikit sekali yang benar-benar membekas. Lewat buku ini, setidaknya saya ingin membuat semacam bekas, minimal "di lantai tinggal selingkar tanda."
Sebenarnya, saya menginginkan adanya semacam telaah dari puisi-puisi ini dari seorang Creative Director, mengingat kedekatan dunia nyata saya di jasa periklanan. Di mana sekarang ada pameo "kata-kata dalam iklan lebih powerfull dibandingkan dengan kata-kata dalam beberapa puisi", hanya saja sampai saat ini, yang saya harapkan untuk menuliskan hal itu tengah berkutat dengan pekerjaan yang menumpuk sehingga sampai hari ini tulisan yang sudah dipersiapkan oleh beliau belum juga sampai di tangan saya. Padahal, seperti sependapat dengan saya, beliau juga ingin menyoroti fenomena tersebut di atas.
Namun hari ini, seorang proof-reader dari naskah buku puisi saya telah menuliskan sesuatu yang buat saya berarti. Demikianlah tulisan dari seorang pengajar di sebuah SMA Negeri di sebuah kota di Jawa Tengah:
Mata Batin Penyair
Sering Kali Tak Terduga
Puisi-puisi dalam buku ini telah membuka hati saya, memberikan penghiburan, penentraman, dan keda-maian. Lewat buku ini, saya mendapat pengertian bahwa puisi mempunyai arti penting tersendiri bukan saja sebagai pergulatan penyair dengan dunia nyata, atau buah petualangan imajiner belaka, tetapi juga sebuah pergulatan berdarah-darah dengan bahasa.
Puisi adalah hasil totalitas penghayatan batin dan hidup penyair yang diungkapkan lewat bahasa. Maka, saya mengatakan bahwa puisi adalah mata batin penyair. Juga bagi sebuah bangsa, puisi adalah mata batinnya.
Membaca puisi-puisi dalam buku ini, saya dapat mera-sakan segera nuansa yang merupakan pergulatan penyair dengan berbagai aspek kehidupan, yang sebagian merupakan persoalan kita bersama, dan sebagian persoalan pribadi penyair. Tetapi, persoalan pribadi juga dapat memberikan sesuatu yang khas pada batin kita, karena mata batin penyair seringkali tak terduga.
Endang Rinie Setyawati,
Pengajar SMA Negeri 6 Purworejo.
Sebenarnya, saya menginginkan adanya semacam telaah dari puisi-puisi ini dari seorang Creative Director, mengingat kedekatan dunia nyata saya di jasa periklanan. Di mana sekarang ada pameo "kata-kata dalam iklan lebih powerfull dibandingkan dengan kata-kata dalam beberapa puisi", hanya saja sampai saat ini, yang saya harapkan untuk menuliskan hal itu tengah berkutat dengan pekerjaan yang menumpuk sehingga sampai hari ini tulisan yang sudah dipersiapkan oleh beliau belum juga sampai di tangan saya. Padahal, seperti sependapat dengan saya, beliau juga ingin menyoroti fenomena tersebut di atas.
Namun hari ini, seorang proof-reader dari naskah buku puisi saya telah menuliskan sesuatu yang buat saya berarti. Demikianlah tulisan dari seorang pengajar di sebuah SMA Negeri di sebuah kota di Jawa Tengah:
Mata Batin Penyair
Sering Kali Tak Terduga
Puisi-puisi dalam buku ini telah membuka hati saya, memberikan penghiburan, penentraman, dan keda-maian. Lewat buku ini, saya mendapat pengertian bahwa puisi mempunyai arti penting tersendiri bukan saja sebagai pergulatan penyair dengan dunia nyata, atau buah petualangan imajiner belaka, tetapi juga sebuah pergulatan berdarah-darah dengan bahasa.
Puisi adalah hasil totalitas penghayatan batin dan hidup penyair yang diungkapkan lewat bahasa. Maka, saya mengatakan bahwa puisi adalah mata batin penyair. Juga bagi sebuah bangsa, puisi adalah mata batinnya.
Membaca puisi-puisi dalam buku ini, saya dapat mera-sakan segera nuansa yang merupakan pergulatan penyair dengan berbagai aspek kehidupan, yang sebagian merupakan persoalan kita bersama, dan sebagian persoalan pribadi penyair. Tetapi, persoalan pribadi juga dapat memberikan sesuatu yang khas pada batin kita, karena mata batin penyair seringkali tak terduga.
Endang Rinie Setyawati,
Pengajar SMA Negeri 6 Purworejo.
Comments
http://tokogrosirsepatumurah.blogspot.com/