Catatan Penerbitan Kumpulan Puisi "Liburan Penyair"

Sebuah Catatan Menjelang Perayaan
Diterbitkannya Kumpulan Puisi Liburan Penyair

Let me take you far away
You'd like a holiday


Tadinya, kumpulan puisi saya akan diterbitkan dengan judul "Angka-Angka yang Beranjak" untuk menyatakan bahwa dalam kumpulan puisi ini, sebagai penyair saya membawa semacam kalkulasi terhadap permasalahan-permasalah di sekitar saya. Saat itu, puisi yang berjudul "Liburan Penyair" belum lama kelar saya buat dan belum dimuat di media cetak. Setelah sampai di tangan penerbit, nasib kumpulan puisi itu diusulkan diubah judulnya menjadi "Liburan Penyair" seperti yang sudah diberitahukan kepada khalayak. Atas usulan penerbit, saya tidak berkeberatan karena secara esensi tidak ada naskah puisi yang diubah dan hanya judul kumpulan puisinya saja.

Kemudian saya teringat tahun 2007 silam, saya pernah membuat satu puisi dengan judul "Iklan Lowongan Pekerjaan Pertama di Dunia" yang isinya seperti ini:

Sesampai di bumi, Adam memasang iklan
: Dibutuhkan seorang pemandu wisata



Puisi itu dimasukkan dalam antologi bersama antara Maulana Ahmad (Pakcik Ahmad) dan Inez Dikara yang berjudul "Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan). Kesadaran bahwa hidup adalah sebuah perjalanan, sebuah persinggahan, sebagai orang Jawa tentu sudah sangat melekat karena ada pepatah dalam bahasa Jawa "Urip mung mampir ngombe" yang artinya hidup sekedar menumpang minum air. Saya juga sering mendengar bahwa puisi adalah sebuah perayaan bagi kehidupan. Hal-hal demikian membuat saya mencapai suatu kesimpulan bahwa puisi sebagai mana hidup ini adalah hal yang menyenangkan.

Tak berapa lama sebelum kumpulan puisi ini diberi judul Liburan Penyair, ada beberapa penyair lain yang juga menggunakan judul yang senada, semisal Acep Zamzam Noor yang melahirkan kumpulan puisi berjudul Bagian dari Kegembiraan, dan penyair Hasta Indriyana yang melahirkan kumpulan puisi berjudul Piknik yang Menyenangkan. Dengan begitu, rasanya tidak terlalu salah kesimpulan yang saya sadari tersebut bahwa puisi sebagaimana hidup ini adalah perkara yang patut disyukuri.

Liburan sejatinya adalah kegiatan keluar dari rutinitas. Keluar dari masalah-masalah yang ada selama ini. Padahal, menurut kejadian adanya manusia di bumi ini konon dikarenakan suatu musibah. Suatu masalah. Dengan demikian, sejatinya tak ada yang pernah bisa keluar dari rutinitas hidup sebenarnya. Hidup yang lahir, berkembang, dan nanti mati adalah suatu kondisi absolut yang tidak akan pernah bisa dicari pemecahannya. Salah satu hal yang bisa membalikkan kondisi demikian hanyalah cara pandang kita sendiri, dan satu hal yang saya kira bersesuaian dengan hal ini sebagai mana lirik lagu Holiday karya Scorpion yang bagian awalnya saya kutip adalah pada kalimat "exchange your trouble for some love."

Ya. Salah satu cara yang saya gunakan dalam merumuskan puisi-puisi dalam kumpulan puisi Liburan Penyair ini adalah mengubah semua permasalahan dengan bahasa cinta kasih. Tanpa peduli pada apa yang kemudian mungkin dianggap penyesalan, seperti dalam puisi Penyesalan, yang terpenting adalah "Dan di sana, aku bisa memeluk engkau semalaman." Atau dalam puisi Dalam Sebuah Sajak, saya berpendapat bahwa "kutuliskan kenangan buruk itu sebagai dunia yang terbalik." Demikianlah saya menganggap bahwa mengubah kondisi absolut dari kehidupan yang lahir-besar-mati itu dengan mencoba menepikan kenyataan itu. Menjauhkan aku (dan juga Anda) sedikit dari keriuhan (hidup).

Saya berusaha menjadikan diri sebagai seorang wisatawan dalam kehidupan ini sehingga pikiran kita terbebas dari rutinitas masalah kehidupan. Setidaknya demikianlah percobaan saya dalam kumpulan sajak ini. Dan sebagai wisatawan, tentu saja kita harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku di tempat-tempat wisata agar kita tidak terkena masalah. Tetapi yang namanya hidup, tak mungkin tak pernah ada masalah. Kenyataan ini saya tuliskan dalam puisi Liburan Penyair yang menjadi penyatu dari 60 puisi dalam kumpulan puisi ini. Demikian puisi ini:

Liburan Penyair

Sekali waktu,
aku libur jadi penyair.

Menyaru sebutir apel,
tapi pisau sepi membelahku.

Aku jadi kupu-kupu,
Sepi jadi ulat masa lalu.

Ada baiknya aku jadi biji saja.

Eh, sialan! Ada lalat
menghisap-hisap sisa manisku.

Kukemas diriku jadi kanvas.
Pucat putih itu.

2014

Pernyataan kepasrahan dalam hidup tetap saya ajukan lewat pernyataan "kukemas diriku jadi kanvas" dan karena itu saya bisa melihat bahwa apa yang terjadi dalam hidup itu ternyata tidak hanya kondisi absolut yang berlaku. Putih ternyata bukan (hanya) putih, tetapi (putih) pucat. Pucat bisa diartikan sebagai bagian dari ketakutan, bisa juga kelemahan. Padahal putih biasanya dikonotasikan sebagai kesucian. Hal-hal yang baik. Inilah percobaan saya untuk mengubah cara pandang saya terhadap hidup ini. Bahwa sekali-kali saya (mungkin juga Anda) harus merasa hidup ini adalah sebuah perjalanan wisata, sehingga ada banyak hal yang bisa membuat kita terpesona, sekaligus bersyukur pada Tuhan.


Jakarta, September 2014.

Comments

jaket kulit said…
salam hangat dari kami ijin menyimak gan, dari kami pengrajin jaket kulit
Unknown said…
Membaca Liburan Penyair yang berangkat dari puisi mas deddy, saya merasa ada jati diri beberaoa penyair di dalam puisi Liburan Penyair. Semisal (menurut prediksi saya) ketika di bait pertama, saya masuk ke dalam peristiwa penyair sapardi, lalu menjelma Nirwan Dewanto dan Sutardji di bait keduanya, dst, secara bergantian menempati diksi-diksi yang menurut pembacaan saya terhadap puisi ini dengan jati diri 3 penyair sekaligus. Salam takzim

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung