(Obrolan) Dari Siang sampai Malam bersama Joko Pinurbo

Siang itu, di teras sebuah kamar audiovisual milik Johannes "Gie" Sugianto, saya berbincang sedikit dengan Joko Pinurbo. Mengganggu waktu istirahatnya. Ada kesan gelisah yang saya temukan pada wajahnya. Entah apa. Mungkin dia sedang berpuisi di dalam hati. Maka saya pun mulai bertanya yang ringan-ringan saja.

+ Apa yang menjadi inspirasi anda dalam mencipta?
- Apa saja. Semua hal di dalam kehidupan adalah inspirasi.
+ Apa makna celana dalam puisi anda. Saya menerkanya itu seperti hidup dan kehidupan.
- Ya bisa dibilang seperti itu. Di dalam hidup ini kan ada yang bersifat essensial dan ada yang artifisial. Ada kan orang yang hidup tapi mati secara kehidupannya?
+ Saya sangat tertarik dengan sajak Ranjang Ibu.
- Wah, sajak itu banyak sekali yang bilang paling menarik. Itu memang ranjang yang berderit-derit seperti punggung ibu.
+ Saya pertama membaca sajak itu, saya pikir anda tidak bisa tidur lantaran ibu sedang sakit. Tapi kemudian saya baca lagi wah ..dalam sekali maknanya, cinta seorang anak terhadap ibunya sampai mati pun masih terbayang kasih sayang ibunya.
- Memang seperti itu maknanya.

Selanjutnya, lewat obrolan seorang teman yang datang, nominasi 5 besar KLA, Urip Herdiman Kambali maka mengalir lagi pernyataan-pernyataan Jokpin menyikapi sastra cyber. Menurut dia, puisi saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan mengingat penerbit lebih meng-anak-emas-kan prosa. Akan tetapi dengan media internet, maka banyak penyair yang sedang berproses. Dia sangat yakin dalam waktu 10 tahun mendatang, puisi akan kembali tampil dan berbicara di dunia sastra Indonesia. Ada banyak penyair yang seangkatan atau bahkan mulai di bawah Jokpin, tetapi sudah tidak "bicara" lagi di dunia sastra. Terlalu cepat meredup setelah terlalu cepat melakukan sebuah pencapaian.

Satu hal lagi yang bisa ditiru dari seorang Jokpin adalah semangat. Dia sedang meng-agenda-kan untuk menghamili salah satu bentuk puisi lama yaitu pantun. Puisi menurut seorang Jokpin adalah sebuah permainan untuk menghibur jiwa. Terutama untuk sang penyair itu sendiri. Tetapi sebagai sebuah mainan, dia tidak asal-asalan. Maka dia menyarankan agar setiap penyair mempunyai agenda untuk tetap bermain-main dengan sesuatu.

Puisi lama adalah latihan yang sangat baik bagi seorang penyair. Di mana penyair bisa berlatih soal pilihan kata karena puisi lama biasanya terikat dengan aturan yang sangat ketat menyangkut irama dan suku kata. Di sini lah letak kelihaian penyair memilih diksi ditunjukkan.

Ah, rupanya obrolan ini harus segera diakhiri. Sebab kami berbincang dalam kesempatan yang sangat sempit di sela-sela persiapan Johannes Sugianto melakukan launching buku puisinya : Di Lengkung Alis Matamu.

Setelah selesai acara, hampir jam 12 malam, saya pun punya kesempatan lebih untuk menyadap ilmu Jokpin yang bagi saya masih misterius berbalut kesederhanaannya. Akhirnya, ada beberapa hal yang seyogyanya harus dilakukan oleh "penyair baru" ketika hendak menuliskan sesuatu. Telitilah dahulu apakah sudah ada penyair yang sudah menuliskan "sesuatu" itu. Ambil contoh; ketika ingin menulis tentang "laut" telitilah sajak-sajak Abdul Hadi WM, ketika ingin menulis tentang "ladang" pelajarilah sajak-sajak Zawawi Imron, ketika ingin menulis "sejarah" tengoklah sajak-sajak Jeffry Alkatiri, atau jika ingin menulis tentang "perasaan" bacalah sajak-sajak Sapardi.

Menulis puisi dalam dunia sastra itu ibarat menancapkan kata-kata baru. Jokpin mengambil contoh bahwa A Teeuw sangat tertarik dengan sebuah sajak "Tergantung pada Angin" yang kemudian digunakan sebagai judul "Tergantung Pada Kata".

Rasanya sehari semalam bersama Joko Pinurbo, masih sangat kurang dalam mengungkap kemisteriusan beliau.

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung