Kepada Penyair

Sepi teramat ramah, menyapaku
selalu dengan tawa renyah.
"Hai, apa kabar? Apakah hari-harimu
masih bergulat dengan derita?"

Sejenak dia memainkan lubang
di saku celana, temali hitam sepatuku,
bahkan pada kusut anak rambut.
Sampai akhirnya yang disentuhnya luruh.

Sepi meniadakan aku, hingga
tak bisa kususun hari pada deret usia.

Kini aku pun mulai bermain puzzle
dengan serpihan yang ada :
saku celana, tali sepatu, anak rambut
menjadikannya sebentuk aku.

Sebelum jadi, sepi pun beranjak
pergi. "Selamat berhari jadi,
padahal kukira kau sudah mati."
Kali ini aku tertawa terbahak.
Aku kalah telak!

2007

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung