Tragedi Kopi

Aku bukanlah Yahya yang
membasuh kepala Isa, maka
tak kubantah perintah Ibu
menjerang air untuk segelas
kopi teman sarapan Bapak.

Ratap Ibu yang lirih serupa
kertap sayap merpati di atas
sungai Yordan, hingga aku
menyangka desis di ujung ceret
tanda air telah bergolak.

Secepatnya adonan kopi dan
gula kuseduh pada cangkir
keramik bergambar burung phoenix
setengah terbakar. Mungkin
jika sudah disuguhkan, Bapak
dan Ibu tak lagi bertengkar.

Sialnya, tangan Bapak tak mau
diam. Nampan yang kubawa
terlempar, tanganku tersiram
kopi panas. Maka nama Tuhan
kusebut dengan sepenuh iman.

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung