Litani Petani
Diberkatilah caping dan matahari, karena mereka buat
aku mengerti begitu teduh harapan meski selalu setia
panas bersinar.
Mereka mengajarkan aku sesuatu yang padu padan
dan yang berlawanan, tetapi bisa berada bersama
di padang terbuka.
Diberkatilah cangkul, lumpur sawah, dan rumput.
Mereka yang memberi pengertian bahwa hidup itu
senantiasa bergumul, berserah, dan tak menyerah
meski pada maut.
Diberkati juga embun dan sungai. Supaya kami belajar
menerima yang sedikit seperti titik-titik air di atas daun,
dan disadarkan bahwa tak ada padas yang tak bisa
jadi batu paras, sepanjang kita terus menggerus.
Diberkatilah lenguh dan embik ternak itu, juga cicit
anak burung dalam sarang. Karena mereka semua
menyadarkan aku bahwa kata-kata haruslah disuarakan
dengan bijak, bukan keluh, jerit, dan teriak semata.
Diberkati pula Pak Kades, Carik, Modin, dan Kamituwo,
lewat mereka, aku belajar tertib untuk dipimpin. Seperti
setiap menjelang magrib, serombongan itik atau kambing
juga sapi dituntun gembala masuk ke kandang.
Diberkatilah para Guru Bantu, Pak Penyuluh, dan Guru Ngaji.
Dengan adanya mereka, aku semakin mengerti kebodohan
dalam diri dan setiap hari aku seperti tanaman yang dipupuk,
disiangi, dan kelak berbuah lebat.
Diberkatilah anak-anak dan istri, buah-buah yang ranum
di kebun dadaku. Yang harum seperti irisan pandan, dan
lembut bagai daging mempelam masak. Kepadanya rasa
syukurku pada Tuhan memuncak. Seperti kepul uap nasi
hangat yang terhidang di meja makan, pagi ini.
2011
aku mengerti begitu teduh harapan meski selalu setia
panas bersinar.
Mereka mengajarkan aku sesuatu yang padu padan
dan yang berlawanan, tetapi bisa berada bersama
di padang terbuka.
Diberkatilah cangkul, lumpur sawah, dan rumput.
Mereka yang memberi pengertian bahwa hidup itu
senantiasa bergumul, berserah, dan tak menyerah
meski pada maut.
Diberkati juga embun dan sungai. Supaya kami belajar
menerima yang sedikit seperti titik-titik air di atas daun,
dan disadarkan bahwa tak ada padas yang tak bisa
jadi batu paras, sepanjang kita terus menggerus.
Diberkatilah lenguh dan embik ternak itu, juga cicit
anak burung dalam sarang. Karena mereka semua
menyadarkan aku bahwa kata-kata haruslah disuarakan
dengan bijak, bukan keluh, jerit, dan teriak semata.
Diberkati pula Pak Kades, Carik, Modin, dan Kamituwo,
lewat mereka, aku belajar tertib untuk dipimpin. Seperti
setiap menjelang magrib, serombongan itik atau kambing
juga sapi dituntun gembala masuk ke kandang.
Diberkatilah para Guru Bantu, Pak Penyuluh, dan Guru Ngaji.
Dengan adanya mereka, aku semakin mengerti kebodohan
dalam diri dan setiap hari aku seperti tanaman yang dipupuk,
disiangi, dan kelak berbuah lebat.
Diberkatilah anak-anak dan istri, buah-buah yang ranum
di kebun dadaku. Yang harum seperti irisan pandan, dan
lembut bagai daging mempelam masak. Kepadanya rasa
syukurku pada Tuhan memuncak. Seperti kepul uap nasi
hangat yang terhidang di meja makan, pagi ini.
2011
Comments