Praktisnya Aku Pekerja
Meski melintas dekat pagar taman, membawa
tas berwarna hitam, dan kukenakan pula
topi dengan logo tim basket Minnesota,
aku bukan petualang biasa. Dalam kepala
tas berwarna hitam, dan kukenakan pula
topi dengan logo tim basket Minnesota,
aku bukan petualang biasa. Dalam kepala
masih berkelindan angka-angka: pengeluaran
perusahaan, margin dari penjualan dan
hutang-hutang yang harus segera dibayarkan,
semua dikotakkan seperti keramik di pedestrian
ini. Kujumpai pula mereka - yang serupa denganku
tetapi dengan wajah lebih tua - berjalan dengan begitu
rupa. Kau boleh bilang seperti robot, tetapi aku
lebih suka mengatakan: mereka berjalan kaku
seperti sebuah program tengah menjalankan mereka
di sebuah papan kehidupan. Meski melintas dekat
pagar taman aku bisa bayangkan dari pompa air merah
itu ada sepasang dewi penghiburan telanjang dada
-- karena baju mereka selalu basah, dan dari bibirnya
banyak kata-kata merdu (dan juga basah) membuat
aku merasa harus segera sampai ke rumah,
untuk sekedar mengecup bibir istriku yang terbuka
menyambutku dengan ucapan: selamat malam.
Karena memang cuma itu yang kuanggap sakelar
bagi hidupku. Setiap pagi - sebuah kecupan
membangunkan aku. Membawaku ke taman besar
yaitu kehidupan ini. Di mana di dalamnya secara
praktis, aku adalah seorang pekerja saja. Mengelindankan
angka-angka, berjalan seperti sebuah program dengan
obyektif: mencari cara untuk menutup semua biaya
dan mencari hiburan semu seperti membayangkan
ada sepasang dewi bertelanjang dada dan mengatakan
: selamat malam.
2015
perusahaan, margin dari penjualan dan
hutang-hutang yang harus segera dibayarkan,
semua dikotakkan seperti keramik di pedestrian
ini. Kujumpai pula mereka - yang serupa denganku
tetapi dengan wajah lebih tua - berjalan dengan begitu
rupa. Kau boleh bilang seperti robot, tetapi aku
lebih suka mengatakan: mereka berjalan kaku
seperti sebuah program tengah menjalankan mereka
di sebuah papan kehidupan. Meski melintas dekat
pagar taman aku bisa bayangkan dari pompa air merah
itu ada sepasang dewi penghiburan telanjang dada
-- karena baju mereka selalu basah, dan dari bibirnya
banyak kata-kata merdu (dan juga basah) membuat
aku merasa harus segera sampai ke rumah,
untuk sekedar mengecup bibir istriku yang terbuka
menyambutku dengan ucapan: selamat malam.
Karena memang cuma itu yang kuanggap sakelar
bagi hidupku. Setiap pagi - sebuah kecupan
membangunkan aku. Membawaku ke taman besar
yaitu kehidupan ini. Di mana di dalamnya secara
praktis, aku adalah seorang pekerja saja. Mengelindankan
angka-angka, berjalan seperti sebuah program dengan
obyektif: mencari cara untuk menutup semua biaya
dan mencari hiburan semu seperti membayangkan
ada sepasang dewi bertelanjang dada dan mengatakan
: selamat malam.
2015
Comments