Tulisan dari Seseorang yang Membaca Puisiku

Puisi Dedy Tri Riyadi dan Riwayat Ibu

Saya membaca puisi yang ditulis Dedy Tri Riyadi ini di Pikiran Rakyat. Dua puisi ini ditekankan pada sosok ibu (si penyair?). Puisi pertama berjudul Dongeng di Kebun Mawar (2006), berikut isinya:

Dongeng di Kebun Mawar

dahulu ada tukang kebun
yang pandai mendongeng
tak dibiarkannya sekuntum mawar
luruh begitu saja
tanpa makna
dongeng yang paling sering diceritakan
adalah rupa si pemilik kebun
seorang Ibu dengan bekas luka
goresan duri
lalu mawar itu layu
dengan malu
yang tak terkabarkan

Sebagai pembaca yang buruk, saya belum tahu apa hubungannya antara tukang kebun dengan seorang ibu. Memang, keduanya dihubungkan oleh kebun mawar (tepatnya bunga mawar). Namun, hubungan apa yang menjalin keduanya? Seolah puisi ini berbicara tentang dua momen terpisah yang disatukan oleh kebun mawar. Tukang kebun yang suka mendongeng, dan cinta pada bunga mawar. Sedangkan si ibu adalah pemilik kebun yang dilayukan oleh duri-duri mawar. Ya, si ibu patah hati. Kasarnya begitu. Sebab bunga mawar identik dengan cinta yang memiliki sisi indah dan sisi duka.

Puisi kedua bertitel Di Beranda (2006), masih tentang ibu. Isinya saya ketik ulang seperti di bawah ini:

Di Beranda

di beranda
Bapak ajari kami
menghitung undakan
sebagai jarak
antara rumah dan halaman
sebab katanya
setiap langkah
harus diperhitungkan

di beranda
Ibu ajari kami
arti kesabaran
baginya
setiap undakan
merupakan jarak kesepian
antara ramai jalanan
dan penantian
seorang wanita

Lagi-lagi ada jarak momen antara Bapak dan Ibu. Keduanya dihubungkan oleh undakan di beranda. Bapak memandang undakan sebagai jarak antara rumah dan halaman (jarak fisikal), sedangkan Ibu memandang sebagai jarak antara keramaian dan kesepian (jarak batin). Seperti puisi yang pertama di atas, Ibu dalam puisi ini cenderung menyimpan kesedihan. Sedih sebagai ibu rumah tangga (?) yang memisahkan dirinya dengan pergaulan sosial dan keramaian. Bapak terlihat lebih ekstrovert sedangkan Ibu terlihat introvert.

Dua pemahaman ini yang saya peroleh dari membaca puisi Dedy Tri Riyadi. Saya belum pernah membaca puisi lainnya. Mungkin, perbincangannya ihwal ibu lebih beragam dari dua puisi ini. Penyair, toh, tak bisa dilihat isi batinnya hanya dengan membaca dua puisi saja. Untuk mengerti batin penyair lebih baik membaca seluruh puisi yang pernah dibuatnya.

Semoga saya bisa menemukan puisi-puisinya yang lain.

Catatan: Dedy Tri Riyadi, orang Tegal, yang dilahirkan pada 16 Oktober 1974. Sarjana Sains Biologi FMIPA IPB yang bekerja jauh dari spesialisasinya sebagai media planner di Arteknpartner Communication.


arahman_ali, hanya pembaca puisi bukan komentator.

(Diambil dari situs dewa-api.blogspot.com)

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung