Taman Zen

: Sihar



1/
Yang Kau sebut Bodhi itu telah berakar di hati
dan rimbun daunnya seperti hari-hari yang tenang,
saat kau memandang: ada yang serupa lanskap lembah
dan ladang. Seperti tegak karang pada pot datar,
di mana akar-akar kecil itu melingkar, memegang,
dan mencengkeram ruang kosong

yang tak bimbang menjagamu
dalam rupa Sang Pertapa.

2/
Tapi, Kau memilih terlahir
sebagai pecinta yang tabah.

Kau hitung ulang sudut-sudut tak kasat mata: dari antara
pucuk, ranting, batang, dan batu karang, juga bidang pot itu.
Sebelum kau masuki dunia yang benar-benar sunyi;
dunia daun-daun yang ingin meluruhkan diri.

3/
Apa yang Kau pegang sekarang? Selain sebentuk ranting, dan
rasa yang begitu ingin tak berhenti untuk memandang: betapa
teduh mata bumi, betapa sungguh tangan matahari. Lalu angin;

dia yang selalu berbisik; Inilah saat
yang jangan pernah sekali-kali kau usik!

4/
Jadilah kesunyian ini abadi,
seperti mata yang selalu mengenali.

Agar bernama setiap pokok, berwarna setiap batu, dan
sejumlah garis semu didapatkan, ketika kau memandang
lurus ke depan, seolah-olah baru saja ada yang pergi.

Mendahuluimu memasuki pintu yang kaubuka,
dan tak akan pernah kaututup kembali.

2010

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun