Menelusuri Sungai Minish dalam Puisi Gus Tf
Sebelumnya, biarlah anda menikmati terlebih dahulu puisi yang saya maksudkan ini.
Susi Tali, Susi Akar
...
Susi Tali, Susi Akar
...
3. Tak Soal
Si Pengunyah Serta, Si Pemakan Akar, itulah dua nama yang
kauberikan kepadanya sesudah banjir besar itu menjelmakan dia
jadi ikan salem. Kami tahu, tinggal hanya dia yang pernah hidup
di Baalbek dan Tiahuanaco sebelum menjelma jadi reruntuhan
dan kota tua, Dalam air, di dasar Sungai Minish, dia mulai
menyingkirkan tiang-tiang dan batu, memanah serat-serat dan
akar kayu. Menyilamkan dendam dan benci, mengangakan cakra
dan Susi. Setiap hari, setiap hari dia hanya berenang-renang. Setiap
hari, setiap hari dia hanya bersenang-senang, melupakan kami dan
pertanyaan sialan itu: mengapa ini terjadi bagaimana ini terjadi.
Seperti kauduga, pelan-pelan dia mulai membelah diri, menjadi
dua. Sebagaimana dulu di Baalbek, Si Pengunyah Serat lebih suka
hidup di hulu, di ketinggian, di gunung-gunung, yang membuat dia
merasa dekat dengan semesta. Sementara itu, Si Pemakan Akar,
sebagaimana dulu di Tiahuanaco, lebih suka hidup di muara,
di kedalaman, di lembah dan palung-palung yang membuat dia
merasa dekat dengan lempeng tektonik, sumbu-sumbu tanah yang
bergeser. Kami tahu, dua makhluk itu tak soal. Sama saja, karena
itu yang membuat dia selamat dari Baalbek dan Tiahuanaco, dan
lalu banjir besar, dan kini menganga: bergetar bersama Susi.
2011
Dalam puisi berjudul "Susi Tali, Susi Akar" bagian ke-3 yang diberi sub judul Tak Soal, Gus Tf menuliskan 2 kota kuna yaitu Baalbek dan Tiahuanaco, dan sebuah sungai yaitu Sungai Minish. Puisi itu bercerita tentang 2 tokoh yang disebut sebagai Pengunyah Serat dan Pemakan Akar. Pengunyah Serat kedengarannya agak aneh tapi dari hal-hal yang dihubung-hubungkan dalam puisi itu, agaknya, Pengunyah Serat adalah seseorang yang menikmati hubungan dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Seperti bagaimana Gus Tf merangkai Baalbek dan Tiahuanaco itu.
Baalbek adalah sebuah kota kuna di Libanon, yang dulunya diperkirakan merupakan kota bangsa Funisia yang didedikasikan untuk Dewa (Baal) mereka. Dan letaknya di lembah Beeqa, sehingga dinamakan Baalbeeqa. Tapi sumber untuk ini hanya didapatkan dari kitab perjanjian lama saja. Versi agak modernnya, kota ini merupakan kota yang dibangun setelah Aleksander Agung menjajah Timur Dekat di tahun 334 SM. Lantas didirikanlah sebuah kota yang dijuluki Heliopolis. Lagi-lagi kota yang didedikasikan untuk sesuatu yaitu Matahari.
Tiahuanaco, dalam bahasa sekarang disebut Tiwanaku terletak di Bolivia, Amerika Selatan. Uniknya, mungkin inilah peran Si Pengunyah Serta, kota ini juga dihuni oleh bangsa yang menghormati matahari. Salah satu bagian dari kota yang terkenal dari kota ini adalah Gerbang Matahari.
Pengunyah Serat, bermain di permukaan, memadukan dan menghubungkan segala sesuatu dalam dunia kecil bernama puisi. Biar pun kota-kota itu tidak berhubungan selain berkaitan dengan matahari. Tetapi Pengunyah Serat menganggapnya ada satu keterkaitan yang begitu erat. Meskipun pada akhirnya, terjadi banjir besar. Dikatakan di sana, Pemakan Akar yang selamat. Bagaimana dengan Pengunyah Serat?
Ada yang aneh memang, karena di awal bagian, mereka berdua dijelmakan sebagai ikan salem. Ikan yang selalu mengulangi masa kecilnya ke sungai tempat di mana mereka sebagai telur dikeluarkan oleh induknya. Tetapi di bagian akhir puisi, Pemakan Akar selamat dari peristiwa-peristiwa Baalbek, Tiahuanaco, dan banjir besar. Cukup membingungkan bagi saya melihat hal itu. Meskipun, dikatakan bahwa "dan kini menganga: bergetar bersama Susi." Pemakan Akar itu selamat, tapi menganga dan bergetar (bersama Susi). Pertanyaan saya,"Apakah Pemakan Akar itu (masih) berbentuk ikan salem di Sungai Minish?
Ah. Sungai Minish. Sungai di manakah itu? Dari penelusuran kata Minish di google, saya hanya menemukan satu perusahaan konstruksi bernama Minish Group di Swan River. (Swan River itu sebuah kota di Manitoba, Kanada, bukan sungai). Ada pula kata yang mendekati yaitu Sungai Maunesha yaitu Sungai yang panjangnya 53.9 km yang merupakan bagian dari Sungai Mississippi, di Amerika Serikat. Saya ingat perdebatan mengenai hal-hal yang bersifat faktual dan yang fiktif dalam sebuah karya sastra, sehingga saya tidak akan mempersoalkan sungai tersebut. Saya menganggap Sungai itu ada dalam dunia puisi Susi Tali, Susi Akar itu. Sebuah sungai yang jika ditelusuri akan mengingatkan pada kota Beelbak dan kota Tiwanaku, kota yang sama-sama dibuat oleh pecinta matahari. Matahari yang membuat segala sesuatu sepertinya berulang. Seperti waktu yang diukur dengan jam dan gelap-terang. Meskipun waktu itu bukanlah ruang yang dirindukan seekor ikan salem sehingga dia mampu berenang dari lautan, masuk ke muara dan bahkan sungai tempat dia dilahirkan.
Ruang dan waktu adalah bidang dunia kita sekarang. Kita diperangkap dan tanpa sadar diberi julukan oleh siapa pun yang merasa mengenal kita. Di sinilah kita merasa ingin menjadi Pemakan Akar. Mereka yang selalu mencoba menggali nilai-nilai dari suatu peristiwa yang terjadi dalam dunia ini. Mereka yang ditakdirkan selamat karena menuliskan luka-luka sejarah kita. Yang dipancing dan dikancing oleh Gus Tf sebagai Susi. Sesuatu yang sulit dimengerti.
Jakarta, 10 Juni 2013
Baalbek adalah sebuah kota kuna di Libanon, yang dulunya diperkirakan merupakan kota bangsa Funisia yang didedikasikan untuk Dewa (Baal) mereka. Dan letaknya di lembah Beeqa, sehingga dinamakan Baalbeeqa. Tapi sumber untuk ini hanya didapatkan dari kitab perjanjian lama saja. Versi agak modernnya, kota ini merupakan kota yang dibangun setelah Aleksander Agung menjajah Timur Dekat di tahun 334 SM. Lantas didirikanlah sebuah kota yang dijuluki Heliopolis. Lagi-lagi kota yang didedikasikan untuk sesuatu yaitu Matahari.
Tiahuanaco, dalam bahasa sekarang disebut Tiwanaku terletak di Bolivia, Amerika Selatan. Uniknya, mungkin inilah peran Si Pengunyah Serta, kota ini juga dihuni oleh bangsa yang menghormati matahari. Salah satu bagian dari kota yang terkenal dari kota ini adalah Gerbang Matahari.
Pengunyah Serat, bermain di permukaan, memadukan dan menghubungkan segala sesuatu dalam dunia kecil bernama puisi. Biar pun kota-kota itu tidak berhubungan selain berkaitan dengan matahari. Tetapi Pengunyah Serat menganggapnya ada satu keterkaitan yang begitu erat. Meskipun pada akhirnya, terjadi banjir besar. Dikatakan di sana, Pemakan Akar yang selamat. Bagaimana dengan Pengunyah Serat?
Ada yang aneh memang, karena di awal bagian, mereka berdua dijelmakan sebagai ikan salem. Ikan yang selalu mengulangi masa kecilnya ke sungai tempat di mana mereka sebagai telur dikeluarkan oleh induknya. Tetapi di bagian akhir puisi, Pemakan Akar selamat dari peristiwa-peristiwa Baalbek, Tiahuanaco, dan banjir besar. Cukup membingungkan bagi saya melihat hal itu. Meskipun, dikatakan bahwa "dan kini menganga: bergetar bersama Susi." Pemakan Akar itu selamat, tapi menganga dan bergetar (bersama Susi). Pertanyaan saya,"Apakah Pemakan Akar itu (masih) berbentuk ikan salem di Sungai Minish?
Ah. Sungai Minish. Sungai di manakah itu? Dari penelusuran kata Minish di google, saya hanya menemukan satu perusahaan konstruksi bernama Minish Group di Swan River. (Swan River itu sebuah kota di Manitoba, Kanada, bukan sungai). Ada pula kata yang mendekati yaitu Sungai Maunesha yaitu Sungai yang panjangnya 53.9 km yang merupakan bagian dari Sungai Mississippi, di Amerika Serikat. Saya ingat perdebatan mengenai hal-hal yang bersifat faktual dan yang fiktif dalam sebuah karya sastra, sehingga saya tidak akan mempersoalkan sungai tersebut. Saya menganggap Sungai itu ada dalam dunia puisi Susi Tali, Susi Akar itu. Sebuah sungai yang jika ditelusuri akan mengingatkan pada kota Beelbak dan kota Tiwanaku, kota yang sama-sama dibuat oleh pecinta matahari. Matahari yang membuat segala sesuatu sepertinya berulang. Seperti waktu yang diukur dengan jam dan gelap-terang. Meskipun waktu itu bukanlah ruang yang dirindukan seekor ikan salem sehingga dia mampu berenang dari lautan, masuk ke muara dan bahkan sungai tempat dia dilahirkan.
Ruang dan waktu adalah bidang dunia kita sekarang. Kita diperangkap dan tanpa sadar diberi julukan oleh siapa pun yang merasa mengenal kita. Di sinilah kita merasa ingin menjadi Pemakan Akar. Mereka yang selalu mencoba menggali nilai-nilai dari suatu peristiwa yang terjadi dalam dunia ini. Mereka yang ditakdirkan selamat karena menuliskan luka-luka sejarah kita. Yang dipancing dan dikancing oleh Gus Tf sebagai Susi. Sesuatu yang sulit dimengerti.
Jakarta, 10 Juni 2013
Comments