Melangkah Menjauhi Taman


Duka tak sanggup diluputkan oleh kabut,
sekalipun kau beringsut, membuka pagar
dan berjalan kembali ke dalam taman.

Dalam rambun, cahaya tagar. Kau rebut
perhatian dengan warna biru. Duka benar,
yang kata-katanya amin dan aman.

"Kita tak selamanya berjaga," katamu langut.
Tak seperti dulu, Ibu tak benar-benar lapar,
tapi diambilnya buah itu dalam genggaman.

Hanya kata -- kataku -- bisa merangkut.
Mengambil semua duka dengan tak sabar,
dan melangkah menjauhi taman.

Menanggung kutukan, menampung semua
yang bisa diperkarakan. Di masa depan.

2015

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung