Bandar Udara

Seperti cuaca, sepenggal sajak
akan terasa banal jika menyoal
perasaan.

Meski kau tak merasa ada masalah
ia menganggap sama -- antara pergi
dan pulang, antara menanti dan me-
ngantar, bersedih dan bersabar.

Seperti mati, ada orang yang bilang:
Ia telah pergi. Sedang yang tabah me-
ngatakan: Dalam damai, ia berpulang.

Memang tak sama -- antara menjerit
dan melambaikan tangan, sepasang
kekasih berdekapan, bergumam lirih,
sebelum merenggangkan pelukan.

Namun kau tahu -- beginilah hidup
dibangun sebagai bandar udara,
terminal, atau stasiun. Dengan se-
lembar tiket di tangan, yang kau
lakukan hanya bertahan, sebelum

kau dengar sebuah panggilan.
Namamu. Ya. Namamu itu.

2017

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung