Main-Main dengan Wiji Thukul

Mari Bersembunyi, Widji

Jalan raya dilebarkan,
di luar batas,
seumpama bunga
masuk toko.


Tadinya aku pingin bilang,
Ibu mengenalkanku kepada tuhan,
kami sama-sama makan,
di mana pun tirani harus tumbang!

Kutundukkan kepalaku.
Aku selalu tegak.
Maka hanya ada satu kata: lawan!

Ibu pernah mengusirku minggat dari rumah.
Biar jadi mimpi buruk presiden!
Maka berhati-hatilah,
seekor kucing kurus.

Jika rakyat pergi,
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam,
dan terus diisap,
kalau diam.

Kaulempar aku dalam gelap,
aku akan memburumu seperti kutukan!

* Setiap larik pada puisi ini
   adalah larik pertama
   dan larik terakhir dari
   beberapa puisi Widji Thukul

Mungkin Begini
Perasaan Wiji Thukul
Melihat Film Tentang Dirinya


Masuk bioskop
yang pertama menyergap
adalah gelap
seperti saat karung penutup kepala dikenakan
atau masuk ke dalam tempat sempit
yang dirahasiakan oleh negara dari sesiapa

sorot mata penonton
dan layar putih yang terbentang
seperti ancaman seorang komandan
untuk mengakhiri hidupku

aku melihat orang lain berteriak - memanggil namaku
aku melihat orang yang dipanggil dengan namaku
aku menatap layar itu bercerita orang-orang yang mencintaiku
dan kemudian kehilanganku
bulu tubuhku yang berdiri dicobai air condition
mengingatkanku pada berliter air dingin
disiramkan ke atas handuk kecil di mukaku
pada sebuah interogasi
pikiranku makin mengembara
aku melihat orang-orang yang menonton
dan mulai menghitung berapa banyak dari mereka
yang sejak '98 sampai sekarang merasa kehilanganku
berapa banyak dari mereka yang sejak '98 masih peduli
pada mereka yang kehilangan anak-anaknya, pasangannya,
pada nama-nama seperti Petrus, Herman, Suyat, Yani,
Sonny, Dedi, Noval, Ucok, ... 

aku lihat lagi wajah-wajah mereka
yang terlihat serius menatap layar putih itu
tapi yang kulihat hanyalah kegembiraan
seolah perlawananku dan rakyat jelata itu
bayangan yang buru-buru mereka tinggalkan
di pintu teather tadi.

2017

** puisi di atas dibuat dengan "mencuri" gaya pada puisi
     Seorang Buruh Masuk Toko karya Wiji Thukul.
 

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung