[Pernyataan] Cak Bono dan Asosiasi

Asosiasi dan hasil proses asosiasi berawal dari persepsi -"esse est percippi". Sebuah persoalan persepsi tentang bagaimana kita melihat suatu realitas. Misalnya saat bersama-sama berkumpul di Stasiun Gambir sambil melihat langit sore yang merah dan juga Tugu Monas yang tegak berdiri di sana maka akan banyak persepsi yang tidak akan sama antara satu orang dengan orang yang lain. Dari satu peristiwa di atas, akan ada banyak kalimat-kalimat puisi yang tercipta, misal :
"Senja yang menepi dijemput malam" - Johannes Sugianto
"Sore itu perih sekali" - Cak Bono
"Kerlip binar matamu : airlaut yang menggerus lunas perahu" - Dino F. Umahuk
"Langit sore menari gemulai" - Anto Bugtronic
"Jingga melarut pada malam" - Fitri

Menurut Cak Bono, salah satu ciri orang yang berbakat puisi itu ekspresit, melatih berkata-kata setiap saat, sedikit demi sedikit. Sebab puisi adalah kata yang dilatih.

Pada setiap persepsi, ada lautan bawah sadar. Yang jika dipersempit lagi akan berarti bahwa setiap kata itu mempunyai cita rasanya sendiri. Semisal rujak di dalam pikiran Cak Bono pasti tidak sama dengan rujak dalam pikiran orang lain, karena rujak bagi Cak Bono adalah penyebab sakit perut. Sedang menurut orang lain, belum tentu begitu. Akan ada orang yang bilang bahwa rujak itu manis, segar, pedas, nikmat dan lain sebagainya. Oleh karena hal itu lah maka ada keyakinan bahwa puisi tidak akan pernah habis. Setiap kata bisa gali maknanya terus menerus, diperkuat, dan digali dari berbagai asosiasinya. Karena puisi sebenarnya adalah kata yang dilatih, atau dengan bahasa metafora, ditimang dan digendong, diselami alam bawah sadarnya.

Sebenarnya penyair tidak perlu sampai melahirkan kata. Kata-kata yang ada saja kita akrabi, dipacari, pastilah dia akan "hamil". Bagaimana kita melakukannya? Dengan melatih alam bawah sadar kita, melatih kemampuan asosiasi kita terhadap suatu kata. Sebab tugas sebuah puisi adalah mengelola kata.

Seorang penyair haruslah seseorang yang ekspresif terhadap suatu keadaan. Jika perlu dia harus merasakan suatu paksaan yang diselami secara empiris agar alam bawah sadarnya mencuat menembus lapisan teratas. Sehingga setiap kita menjumpai suatu peristiwa, maka secara langsung kita bisa mengasosiasikan hal itu dengan hal yang lain. Karena sebenarnya puisi itu ada dan sedang menunggu untuk dihubungkan dengan sesuatu yang ingin diungkapkan oleh penyair. Jadi jika boleh disimpulkan asosiasi adalah modal awal bagi seorang penyair.

Selama kita mencoba berasosiasi, maka puisi akan mengaliri hidup kita. Selama kita seksama mengamati lingkungan kita, puisi akan menguntit kita. Jadi seorang penyair yang rajin tidak akan pernah kehabisan ide. Karena dia selalu membayangkan sesuatu hal dari lingkungannya sendiri.

Mencipta puisi panjang, tak akan pernah lepas dari logika berpuisi yang paling dasar yaitu setiap kata itu berisi dan ekonomis. Jadi kata yang tidak perlu tidak akan pernah digunakan. Logika berpuisi salah satunya adalah ekonomisasi yaitu bagaimana menyatakan sesuatu dengan perasaan yang tidak menggurui, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang detail, sehingga tidak perlu menggunakan kata sambung dan lain-lain.

Puisi yang menggunakan perasaan itu akan terasa di setiap kata yang pendek-pendek tetapi penuh muatan makna yang asosiatif atau bisa dihubungkan dengan banyak hal. Itulah logika puisi. Puisi mempunyai unsur ekonomisasi dan bermuatan emotif. Dan dihubungkan dengan asosiasi, maka puisi dengan model seperti itu akan banyak mempunyai pengertian asosiasi dari berbagai pembacanya.

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung