Penyair Bulan Desember : Emily Dickinson

Berikut ini adalah biografi Emily Dickinson yang saya temukan di sebuah situs online-literature. Emily Dickinson saya pilih sebagai penyair bulan Desember karena dia lahir di bulan Desember. Di samping itu, banyak penyair Indonesia yang mengakui terpengaruh oleh kepenyairannya.

Dia dianggap sebagai penyair Amerika yang paling berpengaruh pada abad ke-19. Dia banyak menggunakan baris tak berima. Menggunakan tanda penghubung yang tak umum. Juga huruf-huruf kapital yang menurut orang banyak tidak pada tempatnya. Tetapi dia sangat kreatif dalam hal penggunaan metafora dan gayanya sangat inovatif.

Dia wanita yang sangat sensitif. Mengeksplor secara kejiwaan spiritualitasnya. Bahkan puisinya terasa sangat personal. Dia kagum dengan karya John Keats dan Elizabeth Barrett Browning, tetapi menghindari gaya berbunga-bunga dan romantis. Selama hidupnya dia menciptakan puisi yang murni dan mengandung imaji-imaji, bersamaan itu dia menggunakan kata dengan sangat cerdas dan mengandung ironi.

Seringkali sajak-sajaknya terasa begitu jujur dan menyerukan sesuatu yang dia rasakan dengan intens menjadi sesuatu yang wajar. Sajak-sajaknya mampu terkarakterisasi menjadi sesuatu yang semi-invalid, penyendiri, seorang yang introvert yang sedang patah hati, orang yang sakit jiwa menghadapi dunia luas.

Sajak-sajaknya seringkali gelap, kadang riang dan meriah. Kemutakhiran dan pemikirannya yang hebat, maka sajak-sajaknya sangat mempengaruhi banyak penulis dan penyair lain di abad 21. Namun ada banyak hal yang tersisa dari kehidupannya seperti orientasi seksualnya, tambahan-tambahan yang romantis, tahun-tahun kesepiannya, dan pengumpulan serta penerbitan beberapa jilid puisinya.

Berikut adalah contoh dari sajaknya. Meskipun tidak begitu dikenal luas, tapi sajak ini sengaja saya kutipkan di sini karena beberapa hari ini banyak bencana terjadi : badai durian di filipina, lumpur di porong dan di beberapa daerah, gempa bumi di Halmahera dan Bima, serta tak lupa di Poso masih ada orang yang tak rela ada kedamaian di sana.

oh, badai besar sudah lewat

oh, badai besar sudah lewat!
empat yang telah dibangkitkan tanah
empat puluh terkubur bersama
dalam pasir yang mendidih.

bel, untuk penyelamatan tak memadai
korban, untuk jiwa-jiwa bertulang
- tetangga dan teman juga pengantin
bergulung pada satu kumpulan

bagaimana mereka akan mengabarkan kapal karam
ketika musim dingin mengguncang pintu
sampai anak-anak bertanya, "apakah yang empat puluh?
apakah mereka tidak akan kembali?"

lalu keheningan meramaikan cerita
dan sebuah kelembutan pada mata pendongeng
dan anak-anak tak lagi punya pertanyaan
dan pada gelombang lah jawab

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung