Empat Bahan Pembicaraan Sebelum Tidur

1/
Jangan dulu kaubayangkan ranjangmu, Dik. Malam masih selincah remaja. Dimain-mainkannya senja yang menua di balik pohon cemara. Cahaya bersulam cahaya pada pucuk-pucuk usia. Kita belum tua, Dik. Dan aku belum mengantuk. Sebenarnya kita tak bicara soal usia, bukan? Kau kupanggil adik karena aku tak ingin menduga-duga. Yang aku tahu, tadi pagi kita baru saja dipertemukan dalam sebuah puisi tentang cinta. Ya, kau pasti setuju; bicara cinta berarti bicara tentang seluruh hidup ini.

2/
Tapi kita tak selalu bicara tentang hidup, Dik.
Kau tahu, sedari pagi tak ada burung yang bernyanyi. Polusi memaksa mereka mengungsi. Dan kita cuma bisa melongo di depan televisi. Sebab katamu, bukan hanya burung yang bisa bernyanyi. Dan berloncatanlah lagu-lagu cinta di kamar mandi, warung pinggir kali, angkot-angkot yang berhenti, juga alat mungil yang kausebut MP3. ”Hidup ini imitasi.” Kau meraung sendiri. Toh aku juga sedang pura-pura menulis puisi.

3/
Apakah kantukmu tak tertahan lagi, Dik? Bulan masih sibuk berdandan. Seingatku kemarin malam ada jerawat di hidungnya. Mungkin sekarang dia sedang mencari concealer dengan warna senada untuk menutupinya. Ah, kau ’kan juga tahu, Dik. Alam ini sebenarnya sangat menderita tapi sangat pandai menyembunyikannya. Dan kita semakin tak percaya bahwa kita yang telah merusak mereka. Coba saja kita datang ke kecamatan, di sana selalu terpampang peta tata ruang yang mengatakan: hunian, pertokoan, dan hijauan sudah seimbang!

4/
Maaf. Apakah bau mulutku mengganggumu, Dik? Baru saja aku membayangkan tiduran di sebuah ranjang yang hijaunya seperti hutan. Rimbun dan baunya menyenangkan. Aku tak bilang lembutnya seperti pipimu. Ketika kusentuh, aku malah ingat sebuah roti. Roti juga lembut bukan? Hanya saja tanggal kadaluarsanya tak bisa kubaca lagi. Dan kau juga tahu bahwa ketika lapar, aku bisa tak sabar. Tapi tak apa, kuanggap itu sebagai obat pencahar. Mudah-mudahan segala gundahku bisa ikut keluar. Dan tak mengapa jika kauanggap ini hanya bahan kelakar.

2007

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung