Kejatuhan Kedua

Begitu banyak mata dari tingkap-tingkap tinggi
meminta diri hanya jadi saksi pada rasa sangsi
ketika puisi ini tertatih berjalan dengan sepatu
terseret-seret dari batu ke batu, debu ke debu.

Beginilah kisah yang diratapkan hari demi hari,
bukan bagaimana kita bercakap, berucap, tapi
juga sejauh mana puisi jatuh di relung hatimu
rengkah, pecah, dan bersedarah denganmu.

Bagimu, masih kaunantikan kejatuhan kedua
di mana ada denting yang begitu nyata,
bersuara di alam yang tak pernah fana.

Bagiku, biarkanlah puisi itu layu, termangu,
seperti seonggok sepatu koyak berdebu,
dengan perjalanan yang kaukenang selalu.


2008

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung