Kim Kit

Kau tak menginginkan perbedaan, dalam piring
yang tersanding bersama bebatang hio itu,
kau kumpulkan mereka yang tak pernah lebih besar
dari sebutir bola pingpong. Kuning semua.

Tetapi kau berdoa agar kami semua bersemarak,
bersama-gerak. Membungkuk tiga kali sebelum
sebuah pesta arak berbumbu percakapan tentang
harapan dan segala yang belum diselesaikan.

Seperti merencanakan pembunuhan, kau bercerita
tentang Nien yang lapar sambil membuka pintu dan
jendela lebar-lebar. Aku merasa sebagai mangsa
yang siap ditelan dari segala rongga. Siap mengucurkan
darah paling bersejarah.

Kuambil waktuku sendiri untuk berdoa. Di depan
mereka yang membulat sepakat dalam piring,
diam-diam kuputuskan untuk mengakhiri
ketakutan itu.

Bersama wangi hio, ada kelebat warna yang
tiba-tiba pupus. Ada pula terhidu aroma kulit jeruk
yang hendak membuatku mabuk.

2011

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung