Posts

Showing posts from January, 2013

Seperti Hidup yang Kaurasakan

Hidup ini – katamu – seperti seorang komik di atas panggung, mencabarkan kepahitan hidup, menawarkan hal-hal yang gugup. Yang tak sanggup kau hadapi sendiri dengan baik. Tapi kita terlahir saat dunia seperti sedang tertawa, jawabku, sehingga hidup juga seperti pemirsa televisi yang menahan berkemih, atau alih-alih memperhatikan, dia terkenang pada Manby pada bulan Februari tahun 1807, yang tak berdaya menyaksikan 214 orang tenggelam bersama kapal perang Snipe namun dalam pikirannya tergambar sangat jelas seandainya semua kapal dilengkapi dengan pelampung. Maka, kesedihan dan kegembiraan seperti saudara sekandung, yang lahir dari mataku sebagai tangisan, atau hal yang melengkungkan ke atas atau ke bawah garis bibirku yang sangat jarang bersuara walaupun hanya untuk menyebut namamu.  Karena bagiku, menyerukan namamu adalah rangkaian kecemasan yang merambat seperti riak di danau di mata Fessenden pada sekitar 1897, sebelum nanti semb...

Dari Kepak Burung

Tak ada yang salah, saat pagi patah. Warna matahari tetap cerah, dahan-dahan juga masih tabah. Sedang yang dihembus angin dan menjauh dari rengkuh hanyalah kenangan seperti di awal musim gugur di tahun 71 ada yang bersiteguh menanggalkan yang tak dimengerti sebagai cinta, atau bermukim di tepi aliran sungai yang meneguhkan warna alam, yang kau dengar seperti suara gitar dipetik tenang dalam perjalanan antara Connecticut - New York. Warna pagi tak banyak berubah, karena dalam sajak ini aku akan selalu memungut yang jatuh dan berkilau seperti air mata, seperti seekor gagak yang tak sempat dituliskan Poe, atau seperti pisau di mata sebutir apel, barangkali. Seolah ada kemungkinan terbukanya luka, terucapnya doa, kudengar pula ada yang dibangunkan dari tidur di sebuah taman, sebelum Yudas mengecup Isa, lalu berkata: Rabbi. Mungkin, pagi adalah dingin yang tampias, yang lepas, dari kepak burung-burung yang sibuk mem...

Beberapa Larik yang Liris

Beberapa Larik yang Liris Meski kau tak berkata apa-apa, aku makin percaya: dalam sajak, aku bisa mengelak dari bahaya. Menolak apa yang tidak aku percaya. Seperti sejumlah kebetulan yang menjadikan kau mengira: ada banyak cara untuk gagal. Karena aku telah memilih mengikuti pandangan bahwa tak ada yang namanya kegagalan, hanya kesuksesan yang tertunda seperti kata Tuan Edisson muda itu. Maka di dalam sajak-sajakku ini yang ada hanya pengulangan dan perbaikan belaka, agar kau mengira aku salah satu dari 300 orang Sparta yang tak mau menyerah dari Yunani. Aku juga mengesampingkan semacam kemungkinan: di suatu malam terpanjang di kutub utara, hanya ada kita berdua saja. Karena setelah malam ke 55 matahari akan terbit, atau bahkan jauh sebelumnya kau merasa dunia ini begitu sempit, gelap, dan matamu lelah terpejam. Maka lebih baik, di dalam sajak, aku tak akan menampik hal-hal yang kau anggap tak laik, atau tak baik, seperti kelahiran kue brownies a...

Mencari Saat yang Tepat

: Audry Dekat laut, kau merasa ada yang hanyut, seperti sepi yang perlahan pamit ke arah matahari terbit, atau sebutir kelapa yang timbul tenggelam dekat lambung kapal. Punggung telapak kakimu berlumur pasir putih, dan kau merasa yang hanyut tadi membuatmu harus merintih. Membuat sajak tentang seorang tua yang teramat letih. Seperti gemawan mengambang, tiba-tiba kau merasa sangat perlu sajak yang tenang. Sajak yang serupa percakapan suami dan istri, tentang anaknya yang menuliskan inisial seseorang dalam buku catatannya - mungkin nama kekasih . Dulu, di tepi pantai seperti sekarang, di bawah matahari yang sama, ada yang merasa betapa sulit untuk bisa mengucap kata pamit, dari cinta yang berat, dari senja berwarna karat. Maka kini, kau berdiri pada suatu pagi, di tepi laut, mencari saat-saat yang tepat untuk terus bisa berkata kepadanya: aku masih mencintaimu, seperti isyarat yang berulangkali disampaikan ombak pada pasir pan...

Menjadi Semua Kemungkinan

Kesederhanaan dalam sajak, kukira mutlak - begitu katamu - agar  aku dan kau tidak berjarak, seperti di taman itu. Taman di mana semua tanaman dan binatang diberi nama satu-satu, kau anggap aku ibu, dan kaulah raja, tempat mengadu. Lalu kita anggap semua itu anak-anak yang lucu, yang kelak membuat hari-hari tambah semarak. Karena di taman itu, tak ada bahaya menghendak ada, tak juga musibah datang tiba-tiba. Sampai kudengar desis, seperti suara daging buah teriris, atau ada yang membual : dunia dalam sajak adalah kekal. Kau mulai bertanya: Kita di mana? Aku mulai meraba - membaca peta. Sebab ketika sajak jadi asing, tak sederhana, kita menjadi semua kemungkinan - seperti nama tanaman dan buah-buahan bahkan binatang -  yang  setiap hari kita temukan. Dan sebutan ibu atau raja, seperti menjelma dalam sajak itu, seolah ada yang terlalu dirindu, tapi juga tak tersentuh, sedangkan kita dikutuk jadi pengembara belaka. 2013

Mengelak Dari Bahaya

Yang kita percayai adalah yang membuat kita kuat - katamu di suatu pagi yang menyayat. Padahal angin dan hujan membuat aku sibuk menguras air yang masuk dari selokan. Sementara banjir membawa bangkai tikus, yang mengambang dan nampak seperti janji temu  yang hampir dibatalkan itu. Di kamar, setumpuk buku begitu beku. Ada banyak yang belum terbaca dari antara kata-kata orang bijak yang seolah-olah lugu. Apa yang mesti kupercayai saat semua seolah memperdayaiku? Tapi pertanyaanku lagi-lagi dijawab dengan iklan kopi: Bongkar! Bongkar! Bongkar!  Almari doyong sekali digerus banjir. Di dinding, seekor cicak berlari, seperti hendak mencari alamat tersembunyi dari jam dinding yang terus bertanya - Siapa bisa mengalahkan waktu? Waktu yang mengalahkan segalanya. Menyatakan yang salah sebenar-benarnya. Aku sekali lagi hampir percaya - pada sajak, kita mengelak dari bahaya. Membelok ke arah cahaya. 2013

Hujan di Pikiranmu

- Usup Supriyadi Hujan di pikiranmu, telah menjelma Nietzsche yang berkata - jika kau melongok ke dalam jurang, jurang itu pula melongok ke dalam jiwamu. Maka kau bayangkan hujan itu kolam besar, di mana dunia ini berenang, dan dimandikan. Lalu kau merasa sebagai ikan. Ikan bersirip bening dan terang, berprinsip - tak ada jaring atau seligi bisa menyerang. Sebab ada karang dan palung untuk sembunyi. Tapi, sebentar-bentar kau mengambang seolah mencari hari yang terang. Hari di mana para nelayan pulang, sedangkan para pemancing diserang demam. Hanya ada yang membuatmu merasa takut. Begitu akut. Sebab masa begitu, seekor ular mengintip dari rumpun sunyi. 2013

Semacam Menemukan Tomat

Image
Duduk di kafe ini, setelah memesan spageti aglio olio tuna  dan seteko teh hijau semacam menemukan tomat dalam diriku. Tomat yang jingga dan lembut, juga diperam waktu Menua senantiasa, lebih mesra dengan maut, terlebih mencandai sesuatu dengan sesuatu yang tidak terlalu. Tidak terlalu matang, tidak terlalu mentah Tidak serta merta menolak segala yang datang, tidak juga langsung menerima se gala berita yang seolah-olah derita. Tomat yang sedang merasakan puluhan biji di dalam dirinya seperti meronta. Ingin segera ditanam, atau bahkan, ingin merasakan tubuhnya terbelah lalu tersaji di atas spageti itu tanpa harus menjadi saus saja. Seolah mengenangkan tangan-tangan petani yang rajin merawat dan menyiangi. Dan ladang, Ah! Hidup itu. Di mata tomat, ladang tak sehijau teh hijau ini memang, tapi juga tak segersang piring keramik yang licin tanpa ornamen. Dan, ah!  Membayangkan diriku tomat maka kubayangkan juga pisau itu Engkau. 2013

Berjalan di Sampingmu

Image
Sampai cinta tinggal suara yang antara ku ucap, kau ucap, & dia ucapkan tiada beda. Tiada beban yang menekan, bahkan sampai angin yang melintas dan menggegaskan gugur daun seolah menjaga agar tak ada bunga terluka. Dan meskipun langkah-langkahku lepai, dan perjalanan ini seolah tinggal gapai, tak akan sampai, lalu semua diam, membatu, mengabu, kabur jadi kabut dalam hutan, tinggal kenang - dalam pikirku, dalam pikirmu, menjadi: "dahulu..", Tapi, seperti cinta tak akan berakhir, seperti air mengalir dari dahan ke daun, tinggal percik di atas batu, aku tak akan memekik, atau menghiba pada waktu - agar ada yang berhenti sedetik saja untuk mengekalkan, menoreh apa yang menjadi takik pada pohon itu. Berjalan di sampingmu adalah pelaksanaan niat dan sumpah - bahwa mencintaimu itu membuat satu lingkaran utuh, dan tak akan ada akhiran. Terlebih: tak ada satu pun penyesalan. 2013

Talk Over Botero

Image
Aku ingin memahami alasan: mengapa kau suka memajang lukisan Botero di dinding itu - tokoh-tokohnya selalu gemuk dan berkulit pucat. "Eksagerasi, teman, eksagerasi," lantang jawabmu, lalu mulai menuduh di sajakku ada yang hilang bentuk seperti satu skup es krim pistachio di tangan gadis berbaju merah muda itu. Memang ada yang harus diremuk, sebelum kita sesap sarinya. Agar kita tak meributkan kulitnya, selalu. Dan perbincangan kita seperti mendedah dan merangkum. Mencari yang salah dan menjadikan diri maklum, karena kebenaran bukanlah milik kita saja, seperti menduga warna latar belakang lukisan itu, dan mengira apakah suasana yang terjadi itu senja atau pagi buta. Bahkan lebih dari itu, aku berhak bertanya - kenapa kita memilih berdiri dan membincangkan Botero daripada menulis kisah sendiri? 2013

Dalam Album Foto

Image
Bagaimana bisa kau memaknai satu-satunya duka; jika dalam album foto itu dia banyak tersenyum, seperti pada sebuah pantai  – dia mandi ombak dan berlumuran cahaya hingga kelam seolah menyisih dan menyisakan wangi senja yang terurai. Dan angka-angka pada jam dinding itu tak akan pernah bisa menjerat jarum-jarum yang berkejaran agar terpaku pada satu saat yang seolah menjadikan langit dipenuhi tinta gurita, sehingga kau tak bisa melihat apa-apa selain duka itu sendiri, yang teraba debarnya di dadamu dan dadaku ini, lalu membuat kita berdekapan sambil menangis, dan lupa bahwa ada yang segera harus dipersiapkan seperti – memanggil ambulans, melapor polisi, dan ketua rukun warga juga mengatur panjang nafas agar cukup ikhlas, hingga bisa menerima bahwa duka itu sesuatu yang teramat berharga. 2013

Yang Membekas dari Suatu Perjumpaan

Image
Apa membekas di angin lalu? Tarikan nafas di gagang pintu, atau sapaan dari seseorang yang begitu gembira menerima kehadiran kita. Dan dinding seolah dibangunkan untuk berjaga agar hangat percakapan tidak terlalu cepat membeku sebelum kau membawa album foto dan mulai bercerita tentang orang-orang tercinta, lalu masa lalu – O, tidak! Kita mulai menjelma jadi para ahli bedah, dan luka-luka itu mulai kita periksa sambil sesekali tertawa terbahak seolah-olah: hidup adalah membuat kekeliruan yang pantas – di suatu hari – kita anggap lucu dan sama sekali itu bukanlah suatu kesalahan yang membuat kita malu untuk bertemu dengan dia yang diam-diam mengingat nama-nama lain dari kita, untuk menegaskan – membekaskan suatu perjumpaan. 2013

Sehabis Perjamuan

Image
Cepat sekali aku lupa rasa roti itu – padahal kukunyah dengan pelan dan tenang, seolah kita berada di tengah taman kembang, mendengarkan debar di jantung lebah, menjeritkan apa yang kilat, dan yang likat, yang begitu hangat dan merah. Seperti anggur itu? Serupa doa yang subur sepanjang sisa-sisa umur di mana nama-nama kita disebut berulang-ulang – semacam diundang. 2013