Menjadi Semua Kemungkinan

Kesederhanaan dalam sajak, kukira
mutlak - begitu katamu - agar aku
dan kau tidak berjarak, seperti di taman itu.

Taman di mana semua tanaman dan
binatang diberi nama satu-satu,
kau anggap aku ibu, dan kaulah raja,
tempat mengadu.

Lalu kita anggap semua itu anak-anak
yang lucu, yang kelak membuat hari-hari
tambah semarak. Karena di taman itu,
tak ada bahaya menghendak ada,
tak juga musibah datang tiba-tiba.

Sampai kudengar desis, seperti suara
daging buah teriris, atau ada yang membual
: dunia dalam sajak adalah kekal.

Kau mulai bertanya: Kita di mana?
Aku mulai meraba - membaca peta.
Sebab ketika sajak jadi asing, tak sederhana,
kita menjadi semua kemungkinan - seperti
nama tanaman dan buah-buahan bahkan
binatang - yang setiap hari kita temukan.

Dan sebutan ibu atau raja, seperti menjelma
dalam sajak itu, seolah ada yang terlalu
dirindu, tapi juga tak tersentuh, sedangkan
kita dikutuk jadi pengembara belaka.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun