Beberapa Larik yang Liris


Beberapa Larik yang Liris

Meski kau tak berkata apa-apa, aku makin percaya: dalam sajak,
aku bisa mengelak dari bahaya. Menolak apa yang tidak aku percaya.
Seperti sejumlah kebetulan yang menjadikan kau mengira: ada banyak
cara untuk gagal. Karena aku telah memilih mengikuti pandangan bahwa

tak ada yang namanya kegagalan, hanya kesuksesan yang tertunda
seperti kata Tuan Edisson muda itu. Maka di dalam sajak-sajakku ini
yang ada hanya pengulangan dan perbaikan belaka, agar kau mengira
aku salah satu dari 300 orang Sparta yang tak mau menyerah dari Yunani.

Aku juga mengesampingkan semacam kemungkinan: di suatu malam
terpanjang di kutub utara, hanya ada kita berdua saja. Karena setelah
malam ke 55 matahari akan terbit, atau bahkan jauh sebelumnya
kau merasa dunia ini begitu sempit, gelap, dan matamu lelah terpejam.

Maka lebih baik, di dalam sajak, aku tak akan menampik hal-hal
yang kau anggap tak laik, atau tak baik, seperti kelahiran kue brownies
ada yang tak pernah menyangka sesuatu yang telah dianggap gagal
berbuah begitu laris, terasa sungguh manis.

Jadi, biarlah setiap kata di dalam sajak, aku sikapi sebagai tentara
yang begitu sigap, layaknya Tuan Strauss yang sampai pada simpulan:
serat kain kasar yang dibuat sebagai bahan pakaian kerja
akan berdampak begitu besar, meskipun mungkin dia terheran-heran

kenapa jins digemari juga oleh pekerja kantoran? Seperti kau takjub
perjalanan migrasi paus biru hanya dipicu oleh perubahan suhu samudera,
dan makanan utama mereka adalah udang renik saja, sedang dari kutub
utara tahun 1864 telah dibuat kapal uap khusus untuk memburu mereka

sampai-sampai populasi paus biru itu hanya tinggal 2% dari dugaan
di tahun 1935. Karena itu, biarlah dalam sajak ini, kuteguhkan lagi
yang kuyakini sebagai kemungkinan, seperti Gangga berulangkali
melahirkan dan melarungkan 6 putera pewaris kerajaaan,

sebelum Bisma, sebelum anak-anak Pandawa dan Kurawa bertempur,
dan menyoal kebenaran dengan pedang, gendewa, dan sangkur,
lalu menyisakan kepedihan panjang di Kurusetra, di dada janda-janda
tua, dan bayi-bayi tanpa bapak, juga jejak tapak beribu kuda,

yang gemanya terasa di dadaku sebagai kau yang diam, sedangkan
aku semakin percaya: tak akan ada yang menyoal – apa yang kau
yakini dalam suatu puisi yang hanya bercerita tentang percakapan
bahkan ringkasan dari buku-buku yang kau baca, atau

hanya beberapa larik yang liris tentang jatuhnya air mata
yang bergulir di pipi sebelum asinnya terasa di bibirku juga.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung