Hijau

Dominique, begitulah dia sebutkan nama.
Aku mendengarnya seperti rintik.
Atau ringkik?

Yang kubayangkan adalah padang rumput.
Hijau dan hangat.
Seperti warna matanya, seperti peluknya.
Dan aku menjelma sebagai kuda.
Liar kausangka?

Hujan pagi telah mengurungku di sini.
Sebuah jendela rumah tua.

Aku memesan secangkir teh.
Hijau pula warnanya.
Teringat Tardji, teringat Neruda.

Kenapa hijau begitu mengada?

Hijau itu lambang keremajaan, katamu.
Lantas, haruskah kupanggil kau, ”Adik?”
Atau "Cantik?"


2007

Comments

Anonymous said…
jadi pengen duduk di lapangan hijau...sendirian...

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung