Rusa

Aku tak pernah tahu --
apakah dia bahagia
ketika pintu di lambung
perahu dibuka.

Seperti dari Mesir, ada yang
dipanggil untuk memanggul
sebatang dosa.

Aku bisa juga menduga --
dia berpura-pura.

Seperti dulu di Mara,
orang terpaksa minum
air pahit dari telaga.

Menuruni Ararat, dia menangis.
Merasa banjir belum berakhir.

Sewaktu merpati membawa
setangkai daun zaitun,
dia merasa begitu getun.

Barangkali, dia ingin berlari
mengitari padang. Atau berbaring
di samping batang tarbantin.

Barangkali dia memang ingin
berpaling dari kemah Si Tua
itu dan tak lagi menoleh
jejak tangis yang mulai kering.

Ini tak lain karena dia hanya
seekor rusa. Ruang untuk berdoa
dan melepas dosa-dosa.

2015

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun