Taman



Berulangkali datang,
kau tetaplah kembang.
Angin sudah kesiut,
cinta pun lisut.

Udara bungkuk.
Logam berdentang.
Dan para pencuri masuk
dengan tangan terentang.

Doa telah jatuh jadi
embun. Yang merah
hanya cerita bagaimana
langit sengit pagi itu.

Kotamu runtuh -- bisikku,
tapi sepuluh pemegang
lentera teguh.

Kudengar -- amin panjang.
Seperti karavan dengan tujuh
ekor unta menanggalkan
kemah tinggal pancang.

Dan kulihat -- kau meregang.
Kelopakmu terlampau nyeri
jadi duri. Lembar-lembar

mahkotamu ungu.
Memecah dari ragu.

***
Pagi itu, di taman,
seusai membangunkan
mereka yang tertidur,
abad berganti.

***
Sejak itu, para pencuri
tak pernah kembali
ke rumah sendiri.

***
Kami kian pandai
menyangkali bimbang
-- kata penjaga lenter
yang kini tinggal berlima.

Di taman ini, angin
tak akan mungkin bertanya
lagi -- Masih inginkah
kau kenang cium sebuah?

2015

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung