Yang Tumpur lalu Menghilang


Selama wajah danau masih tabah dihujani panah-panah
cahaya dan hanya sekali-kali mengibas ke arah dedaunan
talas, selama itu pula rindu mengerut-mengendur dari arah
pos jaga di bawah bukit itu sampai pada sebuah kelokan
yang engkau kira, aku akan menoleh ke belakang sambil
melambaikan tangan dan mungkin – jika kau ingin – memanggil
namamu ke arah angin. Lalu kau akan balik berlari padaku?
Ya, bisa saja begitu – karena aku tak enggan pada rerumputan itu,
tak malu untuk mengakui bahwa ada yang tertinggal dari
sebuah pertemuan. Yang baru saja kuketemukan dalam diri
setelah merenggang-melupakan pelukan. Ya, aku akan berlari
kepadamu – dan lebih dari itu - ke dalam dirimu, seperti yang
debur di tubuh danau itu, yang tumpur lalu menghilang
dari pandangmu – hingga kau bertanya: Kaukah itu yang datang?

2012

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung