Sedikit Menjauh dari Riuh


Aku tak akan malu-malu
(semisal mengintip dari antara
dua batang pohon cemara)
tapi tak juga akan bergaya
(membentang lengan, menekuk
tungkai, pura-pura hendak menari)
ketika keriuhan itu dimulai.

Bagiku, menyandarkan punggung
ke batang pohon, menyimpan
lengan di balik punggung,
memasang tampang bingung,
lebih baik daripada menerus murung.

Biarkan saja musik mengalun,
kaki-kaki menghentak (kadang
seolah saling menyepak), menyentak
di selingkung telaga (kau tahu,
di sana ada gunung, gerumbul
pepohonan hijau tua- hijau muda,
tanah coklat dengan bayang-bayang
orang lalu lalang, dan air danau
yang beriak pelan seperti dengkur
pemabuk pada gelas ke lima).

Aku tak akan malu-malu menyatakan
(meski bicara lirih soal topi yang lucu,
baju kedodoran, dan kumis yang
bersambung jambang) betapa keliru
menyatukan bunyi getar senar sitar
dengan gitar, dan kegaduhan yang
ditimbulkan para penari yang berdiri
dan diam.

Karena dengan sedikit menjauh
dari riuh, aku mendengar begitu
jernih kecipak di muka telaga,
daun-daun bersingungan dengan
angin, juga suara kaki pendaki
gunung yang tiba-tiba limbung.

Dan juga bagiku, memasang tampang
bingung, tak mengurangi kewaspadaan
telinga mendengar bunyi senar
yang putus.

2013


Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung