Dia yang Menolak Jadi Sejarah


Dia yang menolak jadi sejarah berdiri
dan memeluk diri sendiri di tepi kolam.
Mata dan rambutnya putih. Seperti
cahaya telah lama merintih dan mukim
di situ.
Tidak ada kuning atau hijau pasi pada
dinding suaranya. Hanya lembar-lembar
hitam dan kering seperti habis dibakar.
Usia adalah kata-kata yang telah lama
jadi kupukupu atau ngengat. Setelah berahi,
dia akan mati. Maka dia berdiri
lama-lama sambil terus menutup mata.
Punggung dan dadanya terbuka.
Siap kau masuki kapan saja.
Dia bukan pintu yang berderit itu.
Dia yang menolak jadi sejarah bukan
sebentuk patung. Dia hanya berdiri
di tepi kolam dan memeluk diri sendiri.
Bayangan di wajah kolam membelahnya
jadi pecahan senja yang perlahan tiba.
Antara hutan dan kabut itu, dia putih
seperti musim yang kumal pada kaus
kakimu. Dan dia tak pernah bosan meramal
nasib buruk sepotong batuk yang lulus
dari balik dadamu.
Dari pelik masalahmu.
2016

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung