Yang Mengada di Hari Pentakosta
Tak ada kobar api di kubah sepi,
hanya dia mengetuk pintu menara.
Sedang aku ragu untuk membuka
"Ini Pentakosta," Dia menyapa,
namun aku lupa : Ini hari apa?
Kadang kubayangkan seekor
burung hinggap di tingkap rumah;
kabarkan bandang telah lenyap,
daratan baru telah siap. Tapi
pada pucuk zaitun, aku tertegun.
Nuh tak lagi hadir di sini, pun
Khidir, aku tak tahu ke mana
mereka menyingkir. Semua
nabi telah melihat api, kenapa
kulihat kini hanya sepi?
Lantas siapa mengetuk pintu menara?
2/
O Musa, O Yahya, betapa aku buta,
tak pernah kulihat api yang menyala.
Pun batu yang mengalasi mimpi;
hingga kukira ini senyata-nyatanya sepi.
3/
Hanya saja, ada yang tak boleh terhenti.
Api mulai meretas sepi, menyalakan lidah diri.
Membakar mimpi ; kubah-kubah gaib,
yang tak terjangkau suaraku yang parau,
tak juga oleh risau pada cahaya di lilin lain.
Bertanya aku pada sepi yang tak lazim,
“Apakah Kau yang terpancar di situ?”
2007
Comments
kita sudah diskusi panjang lebar mengenai sajak ini, terutama pada kata "Khidir".
Bagi saya, Khidir (nabi Khidir AS, maksudnya kan Ded ?), agak mengganggu dalam tubuh sajak ini. Pertama, ini tidak sesuai dengan diksi Pentakosta. Pentakosta adalah term dalam ajaran Kristiani, sementara Khidir (AS) tidak ada dalam term Kristiani (ini menurut pendapat Dedy sendiri). Disebabkan kedua term itu adalah baku, maka agak sedikit janggal dan menurut saya berbahaya jika disajikan dgn keabsahan fakta.
Kedua, tokoh Khidir sulit menampilkan imaji yang diharapkan oleh Dedy. Terlebih jika dihubungkan dgn pesan yg ingin dibangun Dedy.
Begitu saja, dari saya yg sok pinterrr ini.. :D
- pakcik Ahmad