Restoran Jumbo, Aberdeen

"Negeri ini dinamakan dari kampung nelayan,
oleh pelaut yang dungu," Begitu kata pemandu
saat feri kecil menyeberangi teluk. Tapi siapa
ingin percaya? Aku, ombak yang terus bergerak.
Dan sejarah adalah pantai yang dikepung puluhan
kapal pesiar.

"Di sini, nasi disajikan belakangan. Dan sayuran
adalah barang mewah,"katanya lagi, begitu
feri bersandar di restoran di tengah teluk. Ada
sepasang naga besar melingkar di pilar. Kulihat tak
ada bintang, kalah terang daripada sinar bangunan
di sekitar.

Maka kami mengelilingi nasi, ayam hainan,
udang rebus, dan aneka sayuran. "Ayo. Berfoto dulu!
Restoran ini sudah terkenal dari dulu. Rasanya
memang biasa, tapi melewatkan makan di sini tak
semua orang mau." Langit dan laut seperti kompak,
meredupkan diri, pada sejarah yang perlahan
dibangkitkan rasa lapar.

Ah. Sejarah dan kebanggaan memang tak sepadan.
Begitu pula rasa lapar yang dungu, tak malu
untuk memuaskan diri, menumpaskan segala
yang menghalangi keinginan. Seperti laut berombak,
atau cerita tentang naga besar, semua harus dikalahkan,
semua dianggap tak benar.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun